Amanat

Terkadang diriku sampai ke titik seperti ini. Rasanya pekerjaan itu tanpa akhir. Kucoba kerjakan satu, berharap dapat selesai dengan cepat. Eh, ternyata tidak selesai pula. Terseok-seok kukerjakan.

Terkadang, kuberfikir, bisakah kuakhiri saja?

Tak bisa. Bukan masalah denda yang akan ada, bukan pula yang lain. Ini amanat. Betulkah amanat? IA tak akan membebani orang lebih dari kemampuan. Aku percaya itu. Aku ingin selalu percaya itu setiap saat. Juga pada saat-saat seperti ini, dimana kuragu akan kemampuanku sendiri.

Akankah bisa?

Jika ini gowes, bukit tinggi pun kudaki. Langkah demi langkah kujejakkan kaki. Ya, tak selamanya sepeda bisa kugowes. Terkadang perlu dituntun. Tapi di sana tak ada batasan waktu. Hanya ada aku, sepeda dan bukit. Pun jika waktu telah berlalu lama, kudapat berhenti. Belok kanan, kanan lagi, untuk kembali.

Namun amanat tak seperti bukit. Cedera amanat itu berat.

Oh andaikan di awal tak kuterima amanat itu. Saat masih ada pilihan. Saat masih ada kesempatan untuk belok kanan, kanan lagi.

Tinggalkan komentar